Posted by : SoftSkill
Rabu, 09 April 2014
Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian itu hanya kebetulan... Ingat, ini hanya 'Cerita Fiksi'.
***
"Berulang kali ku mencoba melupakan, sadari ku kehilanganmu. Namun semakin ku mencoba melupakan, bayangmu tak mau pergi". Itulah kutipan sebuah untaian kata yang Adit tulis di selembar kertas putih menggunakan tinta hitam, khusus di tujukan buat wanita yang sangat di sayangi. Tak lupa, tercantum namanya di sudut kanan bawah kertas tersebut. Di selipkan kertas tersebut di selah bawah pintu rumah wanita yang ia sayangi, pada pagi hari sebelum berangkat sekolah.
Sinka : *Membuka pintu rumah* Sejuknya udara pada pagi ini. Loh, ini apa? *memungut kertas di bawah kakinya*
Ia pun membaca kertas tersebut, tentunya kertas itu berasal dari Adit. Setelah membacanya, ia meremukkan kertasnya. Lalu ia berjalan ke tempat sampah, dan melempar ketas itu ke dalamnya.
Sinka : Tidak ada lagi namamu di hati dan pikiranku. Hanya luka yang kamu gores di hati ini
Kemudian, ia menyalakan motornya yang terparkir di halaman rumah. Dengan geram, ia melaju melewati gerbang rumah yang sudah terbuka pagarnya menuju sekolahannya. Aditi yang menyaksikan perbuatannya dari balik sebuah pohon besar tak jauh dari tempat kejadian, hanya bisa terdiam dan pasrah.
Adit : Segitu bencinya kah kamu terhadapku? *menatap tempat sampah yang berisikan kertas dariku dari jauh*
Dengan lesu, Adit berjalan memasuki mobil. Dan bergegas pergi ke sekolah.
***
Hubungan Adit dengan Sinka berakhir saat mereka bertengkar dengan hebat. Mereka sama-sama keras kepala, jadinya tak ada yg mengalah. Kemudian mereka sepakat untuk menyudahinya (putus). Setelahnya, Adit menyesal dan mengaku salah. Tapi Sinka tak mau mendengarkan permintaan maaf dari Sinka. Hingga 2 minggu kemudian (sekarang) Sinka masih belum bisa memaafkan Adit, apalagi mendengar penjelasan dari Adit.
Adit dan Sinka sama-sama kelas 3, Sinka 3 SMK sedangkan Adit SMA. Sekolah mereka berbeda, dan terpisah oleh jarak yang cukup jauh. Maka dari itu, Adit hanya dapat mendatangi rumah Sinka diam-diam, dan menyelipkan selembar kertas berisikan 'kata-kata' yang mungkin tak akan Sinka gubris.
***
Hari ke-2
Kembali, Adit memasuki pekarangan rumah Sinka dan menyelipkan selembar kertas di sela bawah pintu rumah. Saat Sinka keluar, ia membaca kertas itu.
Sinka : Bila tertulis untukku bukanlah dirimu, ku terima jalanku. Meski ku harus merelakanmu, biarlah aku menjaga cinta untukmu *membaca kertasnya*
Kali ini, ia tak membuangnya ke tempat sampah. Ia masuk ke dalam rumah dan kembali ke posisi semula *depan pintu*. Ternyata, ia ke dalam untuk mengambil sebuah korek api. Ia nyalakan, kemudian dibakarlah kertas dariku itu. Sakit... Itulah perasaan Adit saat menyaksikan adegan pembakaran kertas itu oleh Sinka. Hati Adit terbakar, seperti kertas itu yang hangus di lalap oleh si jago merah.
Sinka : Asal kamu tau ya... Hatiku terbakar hangus olehmu!! *ngomel sendiri*
Ia meraih motornya, dan menyalakan mesinnya. Lalu ia pergi menuju sekolahnya.
Adit : Sin, hari ini adalah hari terakhirku di kota ini. Esok aku harus ikut orang tua ku ke luar kota. Apakah kamu belum bisa memaafkanku? *ngomong sama pohon*. Shit! Mana mungkin Sinka mau mendengar ucapanku. Mungkin aku akan meninggalkan kota ini dengan sejuta kenanganku bersama Sinka tanpa pamit kepadanya. Tapi esok pagi, aku akan mengirimkan kata-kata untukmu lagi
Adit masuk ke dalam mobil sambil kayang, dan pulang ke rumah untuk beres-beres barang.
***
Hari ke berapa ya? Hari ke-3 aja deh
Eaakkk... Hari terakhir Adit di kota ini. Sebelum berangkat ke bandara (pagi hari), ia mampir ke rumah Sinka untuk menyelipkan kata-kata di atas selembar kertas. Saat ia mantapkan langkah menuju pintu rumah Sinka, Sinka malah membuka pintu itu. Dengan kaget, Adit menatapnya yang memakai seragam sekolah.
Sinka : Ngapain kamu ke rumahku!!!?? Pergi sana!
Adit : Sin, kali ini kamu harus dengerin aku
Sinka : Apalagi? Kamu mau bilang kalau pertengkaran beberapa minggu lalu di sebabkan oleh keegoisanku? Hah!
Adit : Bukan, Sin. Aku mau pam... (pamit maksudnya kalau gak terpotong)
Sinka : Tunggu
Ia masuk ke dalam rumahnya. Kemudian ia kembali sambil memegang tabung gas elpiji 3 kg.
Sinka : Lebih baik kamu pergi sekarang! Atau aku ledakin kamu pakai tabung gas ini!
Adit : ....
Sinka : Buruan pergi!
Adit : Baiklah. Tapi suatu saat nanti, jangan kamu sesali keputusanmu ini. Karena mungkin aku tak akan ada di dekatmu untuk selamanya
Sinka : *mengambil ancang-ancang untuk meledakkan tabung gas*
Aditi : Oke.. Oke. Aku pergi. Sayonara!
Adit balik badan, dan berjalan pelan meninggalkan Sinka. Berharap agar Sinka memanggilnya dan memaafkannya.
Sinka : Adit...
Adit : *dalam hati* Nah, betul kan? \(^o^)/
Adit kembali balik badan dan menghadap ke arah Sinka
Sinka : Tolong buangin tabung gas ini dong. Udah habis gasnya, gak di pakai lagi
Adit : ....
Dengan terpaksa Adit menurutinya. Ia berjalan ke tempat sampah sambil ngemut tabung gas tersebut, sebelum akhirnya membuangnya.
Adit masuk ke dalam mobil, dan segera menuju bandara. Keluarganya sudah menunggu di bandara sedari tadi.
(Untuk mempersingkat huruf, langsung saja saat di dalam pesawat)
Adit menyesal, karena tak dapat memberikan kata-kata terakhirnya yang di tulis di selembar kertas. Pesawat pun take off. Dengan berat hati,Adit meninggalkan kota ini sambil menggenggam kertas yang tadinya ingin di selipkan di sela bawah pintu rumah Sinka. Malang nasibnya dan keluarganya pada saat di pesawat. Baru saja lepas landas, mesin penggerak pesawat tersebut terbakar. Dan api menjalar ke seluruh body dan mesin-mesin pesawat na'as itu. Hingga akhirnya api sampai pada tangki bahan bakar. Dan.... Duaaarrr...!!! Meledak lah pesawat yang berpenumpang sekitar 30 orang tersebut. Puing-puing dari pesawat yang meledak, terjatuh ke pemukiman warga. Ada beberapa puing-puing yang jatuh ke lapangan sekolah Sinka. Lantas seisi sekolah panik dan mengerumuni lapangan sekolah, tempat puing-puing pesawat na'as itu mendarat. Ada satu benda yang menarik perhatian Sinka dari puing-puing yang berserakan di lapangan sekolah, yaitu potongan tangan seseorang. Bukan potongan tangan itu yang menarik perhatiannya, tapi jam tangan yang terpasang di potongan tangan itu.
Sinka : Itu kan, jam tangan pemberianku untuk Adit beberapa bulan lalu saat dia ulang tahun. Jangan-jangan, tangan ini adalah...
Air mata tak dapat terbendung lagi oleh Sinka. Ia pun mulai menangis. Akan tetapi, Sinka melihat, potongan tangan itu seperti menggenggam sesuatu. Dengan beraninya, Sinka membuka genggaman potongan tangan itu dan mendapati selembar kertas. Ia baca isi dari kertas tersebut.
Sinka : Dirimu takkan terganti di hatiku, dan takkan berubah! *membaca dalam hati*
Dan sekarang, Sinka menangis sejadi-jadinya (histeris). Ia baru menyadari bahwasannya ia masih mencintai dan menyayangi Adit. Namun karena keras kepala, ia tak mau mengakuinya.
Sinka : Aku sayang sama kamu, Adit Aku tak ingin kamu berakhir seperti ini. Maafkan aku yang tak mau mendengarkanmu
Kemudian Sinka mengingat kejadian pagi tadi saat aku ke rumahnya. Ia merasa, betapa bodohnya pada saat itu. Ia tau, tadi pagi itu Adit ingin menyampaikan kata terakhirnya. Sayangnya, Sinka tak mau mendengarnya. Sekarang, Sinka hanya bisa menyesal sambil menangis. Tentunya, ia sedang mengemut potongan tangan Adit.
***
Penyesalan itu datangnya selalu di akhir. Kalau di awal, bukan penyesalan namanya. Jadi apa namanya? Ntah lah, cari tahu aja sendiri.
-Tamat
Diberdayakan oleh Blogger.