Posted by : SoftSkill
Rabu, 09 April 2014
“Kamu udah gila yah?” sahut Shania.”Mana mungkin aku dibolehin pergi sama
cowok,malah malam-malam lagi..” lanjutnya. Ya,aku memang tergolong nekat.
Mendekati cewek jutek seperti Shania. Tapi,itu yang dilihat orang lain. Mereka
hanya melihat dari satu sisi dan membuang sisi baiknya. Menurutku dia adalah
gadis manis dan yang membuatku semakin nekat adalah,karena aku selalu speechless setiap melihatnya tersenyum.
Meskipun senyum kecut yang diberikannya. Tetapi itu saja bisa membuatku tak
bisa berkata-kata,apalagi kalau dia memberikan senyum dengan senang hati.
“Nanti aku yang ngomong ke papa kamu kok,Shan...” aku tak tahu apa yang aku
katakan. Itu seperti keluar dengan sendirinya. “Udah ah,minggir!!Aku udah telat pulang ke rumah..”jawab Shania sambil
bergegas keluar dari tempat duduknya.
Sejujurnya
sudah 14 kali aku mengajaknya berkencan. Dan ya...memang semuanya ditolak
mentah-mentah olehnya. Entah kenapa tetap saja aku ingin mengajaknya terus.
Sebenarnya aku berniat mengajaknya sampai benar-benar aku putus asa. Semua
usahaku dari sms sampai mengunjungi rumahnya,semua sia-sia.”Udahlah Feb,gak usah dipaksa...kasihan juga
dianya..” saran temanku. “Gak...”
jawabku sambil menutup telfon genggamku yang tadinya terhubung dengan temanku.
Sebenarnya jarang sekali aku berdebat dengan temanku ini. Karena sudah 2 tahun
kami satu kelas. Ya tentunya dengan Shania juga........
“Yah
ampun Shan...kamu kan cuma pindah rumah,lagian juga palingan gak jauh-jauh amat kan ?” aku kembali
bertanya.
“Gak...Kamu salah Feb..aku mau ke
Jepang..Papa aku akan bertugas disana...jadi terpaksa kami sekeluarga ikut
dia...” jawabnya dengan setetes air mata yang kembali turun.
Dan tidak hanya setetes,sepertinya dia
kembali menangis. “Serius? Kok mendadak
banget sih Shan?” tanyaku dengan
herannya. Kegelisahanku semakin menjadi-jadi. “Emang kapan papa kamu kasih tau ke kamu?” lanjutku. “Semalam,Feb..”
jawabnya. “Feb,kita mungkin kan gak bakal
ketemu lagi...aku mau...” tiba-tiba guru yang akan mengajar datang. Dengan
cepat Shania langsung menutup mulutnya dan membiarkan kata-kata tadi yang akan
diucapkan tetap terkunci dalam benaknya. “Kenapa Shan?” tanyaku dengan
berbisik. “Gak jadi..” jawabnya. Sial
sekali nasibku. Baru pagi-pagi aku sudah gundah seperti ini karena Shania akan
pindah.Ditambah lagi kalimat yang tidak terucapkan darinya.
Setelah
guru tadi selesai mengajar aku bergegas menghampiri Shania kembali. Sayang,dia
sedang dalam obrolan lewat HPnya entah dengan siapa. Aku menunggu didekat papan
tulis sembari melihat keluar kelas. Banyak kakak kelas yang tidak lama telah
lulus lewat depan kelas kami untuk mengambil ijazah mereka. Sesekali aku
mengalihkan pandanganku ke arah Shania. Dan ternyata dia telah selesai
menelfon. “Tadi siapa Shan? Hehehehe...Kepo
dikit gak apa-apa kan?” tanyaku
sambil bercanda. “Hahaha..kepo ih...”
ledeknya sambil tersenyum. Seketika matanya hilang dan yang kulihat dihadapanku
hanyalah gadis cantik ini. Tak bisa aku mengalihkan pandanganku. “Heh!Ngeliatin
apa sih?Bengong yah? Hihihi...” seru Shania. “Sok tau deh kamu..Eh,kamu belum jawab pertanyaanku tadi yah..”
jawabku sambil membenarkan kerah seragamku. Tiba-tiba saja Shania mengalihkan
pandangannya dariku. “Oh...itu tadi....” tiba-tiba ia berhenti berbicara.”Tadi
siapa?”aku terus menanyakan hal itu.Karena sungguh,tidak bisa dihindari rasa
ingin tahu ini. “Tadi cuma mama aku kok..” jawabnya. Namun aku tahu,bahwa dia
tidak mengatakan hal yang sejujurnya. “Beneran?”
aku kembali bertanya. “Iyaa...gak percayaan
amat sih..” ucapnya sambil memasukan
HPnya kedalam kantongnya. “Oh...iya aku percaya...gak usah marah dong..ntar cantiknya hilang loh..” ledekku.
Kembali,guru yang lain masuk ke dalam ruangan kelas. Ternyata guru itu datang
tidak untuk mengajar kami. Melainkan,mengabarkan bahwa hari ini seluruh murid
dipulangkan lebih cepat karena ada rapat guru. Pikirku,ini merupakan waktu yang
tepat untuk mengajak Shania jalan-jalan. “Shan,kita kan pulang cepat nih...ada
rencana keluar gak?”tanyaku sambil
harap-harap cemas kalau Shania mau berjalan berdua bersamaku. “Hmmm...Mau tau
banget apa mau tau aja?” ledeknya. “Ih...serius,Nju..” ucapku sambil tersenyum.
“Gak ada sih..emang kenapa? Mau ngajak jalan lagi yah?” Shania langsung
berkata to the point. Sial,ternyata
niatanku sudah terbaca duluan oleh Shania. Aku pun tidak bisa berkata apa-apa.
“Woy!!”
“Iya,Shan...Mau gak?” kataku.
“Hmm...kebetulan aku lagi bosen banget
nih...ya udah deh ayo!”jawabnya sambil tersenyum.
Apakah
ini hanya mimpi belakaku coba sesekali menggigit lidahku secara diam-diam
untuk membuktikan bahwa ini mimpi atau bukan. “Aww...”seru ku sambil menahan
sakit. “Kamu kenapa,Feb?” tanya Shania. “Oh,gak
apa-apa kok..Cuma gak sengaja gigit
lidah aja...Hehehe” ucapku sambil tertawa. “Ya udah...ayo mau kemana nih?”tanya
Shania. Shania terlihat senang mengetahui aku mengajaknya pergi berdua. “Kamu
maunya kemana,Shan?” tanyaku balik. “Loh,kok malah tanya balik?Kan kamu yang ngajak
aku pergi..” sahut Shania. Salah.Aku salah. Bertanya seperti itu hanya
membuatnya kembali tidak mood.
“Yaa...kan aku jalannya sama orang
yang special...jadi aku harus tahu kamu maunya kemana...biar kamu senang,Shan..” aku
mencoba mengakali kesalahan yang telah aku buat.
“Ya
udah...kita ke kafe aja yuk..yang deket
taman itu loh...tahu kan kamu?” ucap Shania. “Oh itu,oke deh...apa sih yang gak buat kamu?” ledekku sambil
tersenyum. “Tapi kita naik sepeda gak apa-apa
kan?” tanyaku. “Naik sepeda??” Shania terkejut. “Wah,apakah Shania tidak mau
pergi dengan menaiki sepeda..” pikirku. “Iya..kenapa Shan?Gak mau yah?” ucapku. “Ih..ngaco
deh kamu..justru aku mau banget...” jawabnya. “Justru aku kangen banget
naik sepeda...kayaknya damai gitu kalau naik sepeda..dan itu juga kan bisa
mengurangi global warming” lanjutnya.
“Hehehe...iya sih..tapi mana mungkin ngaruh
kalau cuma satu orang yang naik sepeda..” jawabku. “Kan kita berdua..” ucap
Shania. Benar-benar tidak bisa terucapkan kedalam kata-kata apa yang tengah aku
rasakan.
“Ya udah ayo,Feb!”ajak Shania sambil
menarik tanganku.
“Siap?” tanyaku.
“Siap,Pak!” jawabnya.
“Oke,1...2...3...!!” begitu kehitungan
ketiga,aku mulai menggoes pedal sepedaku. Sangat berbeda.
Ya,rasanya sungguh
sepi kalau hanya bersepeda sendiri saat aku dalam perjalanan sekolah. “Kamu
kalau ke sekolah naik sepeda yah?” tiba-tiba Shania memulai pembicaraan.
“Iya,Shan..Udah dari kelas 1 malah..” ucapku. “Kemana aja sih kamu?” lanjutku
sambil berpura-pura ngambek.
“Yaa...maaf deh..kalau aku kurang perhatian sama kamu..” jawab Shania. “Eh
tapi..emang kamu butuh perhatian dari
aku?” candanya. Lagi,aku berkonflik antara batinku. Apakah aku harus menahan
rasa sayang ini?Atau aku harus mengatakannya? “Ehmmm...mau tahu banget apa mau tahu aja?” aku berusaha
menghindar dari menjawab jawaban itu. “Ih..kamu mah..” Ah...Shania mulai
mengeluarkan muka unmood lagi. Mau
tidak mau aku harus menjawabnya. “Yaudah deh aku jawab...” sahutku sambil
menghentikan sepedaku. “Loh kok kita berhenti?Kan belum nyampe..” tanya Shania.
“Kamu
mau aku jawab pertanyaan kamu kan,Shan?”
“Iya,sih...tapi
buat apa kita berhenti?”
“Ya,biar
lebih serius aja ngomongnya”
Sebenarnya aku tidak mau mengatakannya
sekarang. Tetapi,aku tidak tahan melihat muka unmood Shania. “Iya,Shan..”jawabku sambil menatap matanya. “Iya
apa?” ucap Shania. “Iya,aku butuh perhatian kamu” aku mengucapkan hal yang paling
memalukkan. Tapi,kata-kata itu keluar begitu saja,tanpa bisa aku tahan.
“Oh...Ah palingan kamu cuman bercanda
kan?” kata Shania dengan tertawa kecil. “Serius,Shan..” Tiba-tiba Shania
terdiam. Mukanya tersipu malu. “Shan,kamu gak
apa-apa kan?” aku melihat mukanya tanpa henti. “Iya..yaudah aku udah gak penasaran lagi kok...ayo jalan lagi..” Shania mengajak untuk kembali berjalan.
Lalu,tidak ada respon apa-apa darinya?Hanya tanggapan flat saja yang ia berikan?
Setiba
di kafe dekat taman,aku langsung mencari tempat untuk memparkir sepedaku. “Taro dimana yah?” ucapku sambil
kebingungan. Yah...berhubung lebih banyak pengunjung yang menggunakan kendaraan
bermesin,tempat parkir untuk sepeda tidak dibuat. “Iya yah...diparkir di mana
yah?” kata Shania. “Loh,malah balik
nanya...Hahahaha” ucapku. “Udahlah,diparkir di depan kafenya aja.” Lanjutku
sambil menuntun sepedaku menuju tempat kosong di depan kafe. “Mbak,saya taro di sini boleh?” tanyaku pada salah
satu pegawai kafe itu. Kebetulan kafe itu adalah kafe terbuka,jadi tidak
mengganggu orang yang ingin ke kafe. “Ya udah mas,boleh..” jawab pegawai itu.
“Nah masalah parkir udah nih,tinggal makan nih...” kata Shania sambil menuju
tempat duduk yang kosong. “Giliran makanan aja,cepet...Hahaha” ucapku sambil berjalan menuju tempat duduk yang
ditempati Shania. “Mbak...Menunya dong...” Shania mengangkat tangannya untuk
meminta daftar menu. Begitu menunya tiba,aku sangat terkejut. Bagaimana tidak.
Aku membayangkan bahwa daftar menunya akan seperti restoran lainnya. Ya,menu
yang tebal dengan daftar makanan dan minuman yang banyak. Tetapi,perkiraanku
salah. Menunya hanyalah selembar kertas yang dilaminating. “Mungkin dibaliknya
masih ada..”pikirku dalam hati. “Ini apaan?Menu
kok selembar terus cuma satu halaman lagi...gak
ada dibaliknya lagi” ucapku kesal di dalam hati. Jenis makanan yang dijual
hanya 4 jenis. Yaitu: Mie Goreng,Bakso,Mie Kuah,dan Batagor. Jujur,aku akui,
minumannya memang sedikit lebih banyak daripada jenis makanannya. “Kamu jadinya
mau mesen apa,Feb?” tanya Shania.
“Hmmm...Aku mesen Bakso sama Jus
Jeruknya deh..” jawabku. “Ih..kok bisa samaan sih? Aku juga mau pesen itu tahu...Hahahaha”
“Kita
sehati kali,Shan...”
“Apa
sih....”
Lagi,dia tidak merespon ungkapan kata
dariku dengan positif. “Bercanda kok,Feb...Hahahaha...Jangan marah...”
lanjutnya. Ketika pelayan kafe menghampiri kita,Shania langsung memesan makanan
yang akan kami makan. “Gimana?” tiba-tiba Shania bertanya. “Gimana apanya?” aku
bertanya balik. “Yaa...gimana?kamu suka gak
sama tempatnya? Aku tuh suka kesini kalau lagi unmood...” jelasnya. “Oh...suka kok..enak sejuk Shan...hehehe...”
kebetulan saat ini langit sedang mendukung suasana.
“Shan,kamu
lihat langit mentari senja itu gak?”
“Lihat
kok..Bagus yah...” ucap Shania
“Iya
Shan..indah...kayak mata kamu...”
“Ngerayu terus yah...hahahaha” sahut
Shania.
Setiba makanan yang kami pesan,Shania
seketika fokus kepada makanan. “Itadakimasu...”
Shania mengucapkan selamat makan dalam bahasa Jepang. “Tahu deh yang mahir sama
bahasa Jepang..” ledekku. Tapi Shania tidak menggubris perkataanku. Ya,lebih
baik aku menghabiskan makanan ini dulu. Baru aku mengobrol lagi dengannya.
“Ah...kenyang...”ucap Shania sambil membersihkan mulutnya dengan tisu. “Enak
juga yah...” sahutku. “Iya dong,siapa dulu yang pilih tempat?Shania...”
jawabnya sambil tersenyum. “Iya deh...”
“Shan,kamu
lucu deh kalau lagi senyum...matanya ilang...hehehe...”
ucapku sambil tertawa kecil. “Iiihh jahat...hahaha...” jawabnya. “Biarpun ilang matanya,tapi kamu suka kan?”
lanjutnya. Shania memang jago dalam
hal menjebak perasaanku. “Iya sih...”jawabku sambil tersenyum. Mukanya Shania
kembali merah tersipu malu. “Yaudah yuk kita pulang...udah sore banget nih..” ajak Shania. Aku tahu
bahwa dia hanya mengalihkan pembicaraan. “Iya...tunggu yah aku bayar
dulu...”begitu aku selesai di kasir,aku bergegas ke tempat aku memarkir
sepedaku. “Feb,mau ke taman dulu gak?”
Shania mengajakku ke taman. “Katanya mau pulang?” aku bertanya pada Shania.
“Yaudah kalau gak mau..” jawabnya sambil
berjalan pergi. “Iya iya...Aku mau...jangan ngambekkan
sih Shan..” ucapku sambil menarik tangannya.”Hehehehe....” Shania kembali
tersenyum. “Duduk di situ yuk!Di bawah pohon itu...” ajaknya. “Ayo..”sahutku
sambil berjalan mengejar Shania.
“Wah
kayak di Anime-anime yah...cowok sama
cewek duduk berduaan di bawah pohon...seperti pacaran...” ucap Shania.
“Hahaha...iya
Shan...” jawabku.
Baru kali ini. Ya,aku merasakan arti
kebahagiaan yang sebenarnya. Kami benar-benar menikmati waktu santai ini. Kami terus
duduk di bawah pohon ini sambil menatap langit. “Ini kado ulang tahun paling
indah dan spesial dari orang yang pernah orang-orang kasih...”tiba-tiba
berbicara. Alangkah bodohnya. Aku melupakan hari ini bahwa Shania berulang
tahun. “Oh iya aku lupa...Otanjoubi
omedetou gozaimasu...maaf yah aku
telat ucapinnya..” aku benar-benar merasa bersalah. “Kamu ngomong apa sih? Kamu aja udah kasih kado terindah buat aku..gak usah minta maaf lagi kali...”jawab
Shania. “Oh,iya ini kan ulang tahun aku yang ke-15,dan bebarengan sama ajakan
jalan kamu yang ke-15,ya kan?”lanjutnya. Aku terkejut bahwa tahu ini adalaha kali ke-15 aku mengajaknya pergi
berdua. “Ini angka 15 yang paling spesial...apalagi kalau bisa punya orang
spesial kayak kamu...hehehe” ucapnya sambil tertawa. “Apa Shan?” sahutku. “Gaaakkk...dah yuk pulang...udah sore
nih..kali ini beneran pulang..”
jawabnya sambil bangkit berdiri. “Shan,boleh nanya gak?” aku ingin menghilangkan rasa penasaran ini.”Nanya apa?”
ungkapnya. “Maaf yah kalau kebanyakan..pertama,kamu jadi pindah gak?
Kedua,yang nelfon kamu pas di
sekolah siapa?” ucapku. “Oh itu...tadi tuh yang nelfon mama aku...mama aku
ngabarin kalau aku gak jadi
pindah...” jawabnya dengan senangnya. “Serius? Bagus dong...” hari ini memang
hari yang spesial.
“Udah
itu doang?” tanya Shania
“Yang
ketiga,kamu mau gak jadi orang yang
spesial buat aku?” aku langsung berkata to the point.
“Kalo
itu...gak tahu deh...”jawabnya sambil
berjalan menuju sepedaku.
Diberdayakan oleh Blogger.